Kamis, 24 Agustus 2017

Energi Negatif, Wormhole, dan Warp Drive

Selasa, 08 Mei 2012


Oleh: Lawrence H. Ford dan Thomas A. Roman
 

(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Edge of Physics, Mei 2003, hal. 84-91)

Pembangunan wormhole dan warp drive membutuhkan bentuk energi yang sangat tak biasa. Tapi hukum fisika yang memperkenankan “energi negatif” ini juga membatasi perilakunya. 











Wormhole akan terlihat sebagai bukaan bulat menuju wilayah kosmos yang jauh. Dalam foto Times Square rekayasa ini, wormhole memungkinkan warga New York berjalan ke Sahara dengan satu langkah. Walaupun tidak melanggar hukum fisika yang dikenal, wormhole semacam itu membutuhkan jumlah energi negatif yang tak realistis.

Bisakah kawasan ruang mengandung [sesuatu] kurang dari nol? Akal sehat akan bilang tidak; yang paling banter bisa kita lakukan adalah menyingkirkan semua materi dan radiasi dan menyisakan kevakuman. Tapi fisika quantum terbukti punya kemampuan mengacaukan intuisi, dan tidak terkecuali dalam perkara ini. Kawasan ruang, ternyata, bisa mengandung [sesuatu] kurang dari nol. Energi per unit volumenya—densitas energi—bisa kurang dari nol. 

Tak perlu dikatakan, implikasinya ganjil. Menurut relativitas umum, teori gravitasi Einstein, kehadiran materi dan energi melengkungkan struktur geometris ruang dan waktu. Yang kita rasakan sebagai gravitasi merupakan distorsi ruangwaktu oleh energi atau massa positif normal. Tapi ketika energi atau massa negatif—disebut materi eksotis—menekuk ruangwaktu, segala jenis fenomena menakjubkan menjadi mungkin: traversable wormhole (wormhole yang dapat dilintangi/diseberangi–penj), yang dapat berfungsi sebagai terowongan/tembusan ke wilayah-wilayah jauh alam semesta; warp drive, yang memungkinkan perjalanan lebih cepat daripada cahaya; dan mesin waktu, yang mungkin memperkenankan pejalanan ke masa lalu. Energi negatif bahkan bisa dipakai untuk membuat mesin gerak perpetual atau menghancurkan black hole.


Gelombang cahaya biasanya memiliki densitas energi positif atau nol di berbagai titik di ruang (atas). Tapi dalam status terperas, densitas energi pada jenak waktu tertentu bisa menjadi negatif di beberapa lokasi (bawah). Untuk mengimbangi, puncak densitas positif harus meningkat.

Bagi fisikawan, konsekuensi ini menyalakan tanda bahaya. Potensi paradoks perjalanan ke masa lalu—misalnya membunuh kakek Anda sebelum ayah Anda dikandung—sudah lama digali dalam sains fiksi, dan konsekuensi lain materi eksotis juga problematis. Ini semua menimbulkan pertanyaan yang sangat fundamental: Apakah hukum fisika yang memperkenankan [eksistensi] energi negatif menaruh batasan pada perilakunya? Kami dan yang lain telah menemukan bahwa alam memberlakukan batasan keras pada magnitudo dan durasi energi negatif, yang (sayangnya, beberapa orang bilang) menjadikan pembangunan wormhole dan warp drive amat tidak mungkin.

Negatif Ganda 

Sebelum melanjutkan, kita mesti perhatikan apa yang bukan energi negatif. Ia tidak boleh tertukar dengan antimateri, yang berenergi positif. Saat elektron dan antipartikelnya, positron, bertubrukan, mereka saling memusnahkan. Produk akhirnya adalah sinar gamma, yang memuat energi positif. Seandainya antipartikel tersusun dari energi negatif, interaksi semacam itu akan menghasilkan energi akhir nol. Kita juga jangan tertukar antara energi negatif dan energi yang diasosiasikan dengan konstanta kosmologis, yang dipostulatkan dalam model-model inflasi alam semesta. Dalam model inflasi alam semesta, terdapat tekanan negatif tapi energinya positif. (Beberapa penulis menyebut ini materi eksotis; kita cadangkan istilah tersebut untuk densitas energi negatif.)

Konsep energi negatif bukan fantasi semata; beberapa efeknya bahkan telah dihasilkan di laboratorium. Efek itu timbul dari prinsip ketidakpastian Heisenberg, yang mensyaratkan bahwa densitas energi medan listrik, medan magnet, atau medan lain berfluktuasi secara acak. Bahkan ketika densitas energi berharga nol secara rata-rata, sebagaimana di ruang vakum, densitas tersebut berfluktuasi. Jadi, kevakuman quantum tak pernah bisa tetap hampa dalam pengertian klasik; ia merupakan lautan partikel-partikel “virtual” yang secara spontan muncul dan lenyap. Dalam teori quantum, gagasan lazim energi negatif dapat disamakan dengan kevakuman beserta semua fluktuasi ini. Jadi jika kita bisa dengan suatu cara berusaha mengurangi gerak mengombak [lautan tersebut], kevakuman akan memiliki energi kurang dari normalnya—yakni, energi kurang dari nol.

Sebagai contoh, para periset optika quantum telah menciptakan status khusus medan-medan di mana interferensi quantum destruktif menekan fluktuasi vakum. Status-status vakum terperas ini melibatkan energi negatif. Lebih tepatnya, mereka diasosiasikan dengan kawasan-kawasan energi positif dan negatif berselang-seling. Dirata-ratakan total energi seluruh ruang tetap positif; pemerasan ruang vakum menghasilkan energi negatif di satu tempat dengan mengorbankan energi positif tambahan di tempat lain. Eksperimen tipikal melibatkan sinar laser yang menembus material optis non-linier. Sinar laser yang intens menyebabkan material menghasilkan pasangan-pasangan quantum cahaya, photon. Photon-photon ini meningkatkan dan menekan fluktuasi vakum berselang-seling, menghasilkan kawasan energi positif dan negatif.

Metode lain untuk menghasilkan energi negatif mengikutsertakan perbatasan geometris ke dalam ruang. Pada 1948, fisikawan Belanda, Hendrik B.G. Casimir, menunjukkan bahwa dua pelat logam sejajar tak bermuatan mengubah fluktuasi-fluktuasi vakum sedemikian rupa sehingga pelat saling tertarik. Densitas energi antara kedua pelat kemudian terkalkulasi negatif. Praktisnya, pelat-pelat itu mengurangi fluktuasi di celah di antara mereka; ini menghasilkan energi dan tekanan negatif, yang menarik kedua pelat hingga dempet. Semakin sempit celahnya, semakin negatif energi dan tekanannya, dan semakin kuat gaya tariknya. Efek Casimir telah diukur oleh Steve K. Lamoreaux dari Los Alamos National Laboratory serta oleh Umar Mohideen dari Universitas California di Riverside dan koleganya, Anushree Roy. Kelompok-kelompok lain belakangan telah mengkonfirmasi eksperimen ini dan bahkan sudah mulai menggali peranan efek tersebut dalam nanoteknologi. Demikian pula, pada 1970-an, Paul C.W. Davies dan Stephen A. Fulling, kala itu di King’s College di Universitas London, memprediksi bahwa perbatasan yang bergerak, semisal cermin yang bergerak, dapat menghasilkan fluks energi negatif.

Untuk efek Casimir maupun status terperas, para periset baru mengukur efek tak langsung energi negatif. Deteksi langsung lebih sulit tapi memungkinkan untuk dilakukan dengan memanfaatkan pusingan atom, sebagaimana dikemukakan oleh Peter G. Grove (kala itu di British Home Office), Adrian C. Ottewill (kala itu di Universitas Oxford), dan salah satu dari kami (Ford) pada tahun 1992.

Gravitasi dan Levitasi 

Konsep energi negatif muncul dalam beberapa bidang fisika modern. Ia memiliki jalinan intim dengan black hole. Pada 1974, Stephen W. Hawking dari Universitas Cambridge mengeluarkan prediksi terkenalnya bahwa black hole menguap dengan memancarkan radiasi [lihat “The Quantum Mechanics of Black Hole”, tulisan Stephen Hawking, Scientific American, Januari 1977]. Black hole memancarkan energi pada laju berbanding terbalik dengan kuadrat massanya. Walaupun laju penguapan sangat besar untuk black hole ukuran subatom saja, itu menyediakan hubungan krusial antara hukum black hole dan hukum termodinamika. Radiasi Hawking memperkenankan black hole memasuki kesetimbangan termal dengan lingkungannya.
Sekilas, penguapan menimbulkan kontradiksi. Horizon black hole adalah jalan searah; energi hanya dapat mengalir masuk. Lantas bagaimana black hole bisa memancarkan energi keluar? Karena energi pasti terkekalkan, produksi energi positif—yang dilihat oleh pengamat jauh sebagai radiasi Hawking—diiringi dengan aliran energi negatif ke dalam black hole. Di sini energi negatif dihasilkan oleh kelengkungan ekstrim ruangwaktu dekat black hole, yang mengganggu fluktuasi vakum. Dengan demikian, energi negatif diperlukan untuk konsistensi unifikasi fisika black hole dengan termodinamika.

Black hole bukan satu-satunya kawasan ruangwaktu melengkung di mana energi negatif memainkan peran. [Kawasan] lainnya adalah wormhole—tipe terowongan hipotetis yang menghubungkan satu kawasan ruang dan waktu dengan kawasan lain. Fisikawan dulu berpikir bahwa wormhole eksis hanya pada skala amat kecil, menggelembung muncul dan lenyap seperti partikel virtual.

Tapi pada akhir 1980-an berbagai periset—khususnya Michael S. Morris dan Kip S. Thorne, keduanya dari California Institute of Technology, dan Matt Visser dari Universitas Washington—menemukan bahwa wormhole-wormhole tertentu nyatanya bisa dibuat cukup besar untuk [masuknya] manusia atau kapal antariksa. Seseorang dapat memasuki mulut wormhole yang ditempatkan di Bumi, berjalan menempuh jarak pendek di dalam wormhole, lalu keluar dari mulut lain di, katakanlah, galaksi Andromeda. Jebakannya adalah, traversable wormhole memerlukan energi negatif. Karena bersifat menolak secara gravitasi (gravitasi tolak—penj), energi negatif akan mencegah wormhole kolaps.

Agar wormhole dapat dilintangi, ia harus (minimal) memperkenankan sinyal, berbentuk sinar cahaya, melewatinya. Sinar cahaya yang memasuki salah satu mulut wormhole berkonvergensi, sedangkan untuk muncul dari mulut satunya lagi mereka harus berdefokus—dengan kata lain, mereka harus berubah dari berkonvergensi menjadi berdivergensi di suatu tempat di antara [kedua mulut wormhole] [lihat ilustrasi di bawah ini]. Pendefokusan ini membutuhkan energi negatif. Sementara kelengkungan ruang yang dihasilkan oleh medan attractive gravitation (gravitasi tarik) materi biasa beraksi seperti lensa kumpul (converging lens), energi negatif beraksi seperti lensa pencar (diverging lens).



Wormhole bertindak sebagai terowongan/tembusan di antara dua lokasi berbeda di ruang. Sinar cahaya yang berjalan dari A ke B dapat memasuki salah satu mulut wormhole, melewati leher, lalu keluar dari mulut lain—sebuah perjalanan yang akan perlu waktu jauh lebih lama jika mengambil jalan berputar. Di leher harus terdapat energi negatif (biru), yang medan gravitasinya memungkinkan sinar cahaya yang berkonvergensi untuk mulai berdivergensi. (Diagram ini adalah gambaran dua-dimensi ruang tiga-dimensi. Mulut-mulut dan leher wormhole sebetulnya bundar.) Wormhole juga boleh jadi menghubungkan dua titik waktu berbeda (di sini tidak diperlihatkan).

Tak Butuh Dilitium 

Perubahan bentuk ruangwaktu semacam itu juga akan memungkinkan bahan baku sains fiksi lain: perjalanan lebih cepat daripada cahaya. Pada 1994, Miduel Alcubierre Moya, kala itu di Universitas Wales di Cardiff, menemukan solusi untuk persamaan Einstein yang memiliki banyak fitur warp drive yang diharapkan. Solusi itu menggambarkan gelembung ruangwaktu yang mengangkut kapal bintang dengan kecepatan tinggi secara relatif terhadap pengamat di luar gelembung. Kalkulasi menunjukkan bahwa energi negatif dibutuhkan.

Warp drive mungkin terasa melanggar teori relativitas khusus Einstein. Tapi relativitas khusus menyatakan bahwa Anda tak dapat melampaui [kecepatan] sinyal cahaya dalam perlombaan di mana Anda dan sinyal mengikuti rute yang sama. Ketika ruangwaktu melengkung, itu memungkinkan Anda untuk mengalahkan sinyal cahaya dengan mengambil rute berbeda, sebuah jalan pintas. Kontraksi/penyusutan ruangwaktu di depan gelembung dan perluasan/pelebaran di belakang gelembung menghasilkan jalan pintas demikian [lihat ilustrasi di bawah ini].



Gelembung ruangwaktu adalah gapaian terdekat fisika modern dengan sains fiksi “warp drive”. Gelembung ini dapat membawa kapal bintang dengan kecepatan tinggi. Ruangwaktu berkontraksi/menyusut di depan gelembung, mengurangi jarak ke tempat tujuan, dan meluas/melebar di belakang gelembung, meningkatkan jarak dari tempat asal (panah). Kapalnya sendiri berdiam secara relatif terhadap ruang sekelilingnya; anggota awak kapal tidak merasakan akselerasi apapun. Energi negatif (biru) diperlukan di sisi (atas dan bawah) gelembung.

Persoalannya adalah, diuraikan oleh Sergei V. Krasnikov dari Central Astronomical Observatory di Pulkovo, Rusia, interior gelembung lengkungan (warp bubble) terputus dari tepi depannya. Kapten kapal bintang di dalam [gelembung] tidak dapat menyetir gelembung atau menggerakkan atau menghentikannya; suatu perantara eksternal harus memulainya terlebih dahulu. Untuk menghindari persoalan ini, Krasnikov mengajukan “superluminal subway”, pipa ruangwaktu yang dimodifikasi (tidak sama dengan wormhole) yang menghubungkan Bumi dan bintang. Di dalamnya, perjalanan superluminal ke satu arah dapat dilakukan. Selama perjalanan ke angkasa dengan kecepatan subcahaya tersebut, awak kapal antariksa menciptakan pipa demikian. Saat pulang, para awak dapat melewatinya dengan kecepatan lengkungan. Seperti gelembung lengkungan, subway ini melibatkan energi negatif. Sejak saat itu telah ditunjukkan oleh Ken D. Olum dari Universitas Tufts, oleh Visser, bersama Bruce Bassett dari Oxford dan Stefano Liberati dari International School for Advanced Studies di Trieste, Italia, dan oleh Sijie Gao dan Robert M. Wald dari Universitas Chicago bahwa bahwa perjalanan lebih cepat daripada cahaya mensyaratkan energi negatif.

Jika kita dapat membangun wormhole atau warp drive, perjalanan waktu mungkin bisa dilakukan. Perlaluan waktu bersifat relatif; ia tergantung pada kecepatan pengamat. Seseorang yang meninggalkan Bumi dengan kapal antariksa, berjalan pada hampir kecepatan cahaya, lalu pulang, akan menua lebih lambat daripada orang yang tetap di Bumi. Jika sang pelancong berhasil melampaui kecepatan cahaya, barangkali dengan mengambil jalan pintas lewat wormhole atau gelembung lengkungan, dia mungkin pulang sebelum dia berangkat. Morris, Thorne, dan Ulvi Yurtsever, kala itu di Caltech, mengajukan mesin waktu wormhole pada 1988, dan paper mereka telah merangsang banyak riset perjalanan waktu sejak saat itu. Pada 1992, Hawking membuktikan bahwa pembangunan mesin waktu di kawasan ruangwaktu terhingga memerlukan energi negatif.



Tampilan kapal bintang yang lebih cepat daripada cahaya saat ia menuju ke arah Ursa Minor tidak terlihat seperti kilasan bintang yang biasanya dilukiskan dalam sains fiksi.



Begitu kecepatan meningkat, bintang-bintang di depan kapal (kolom kiri) terlihat semakin dekat dengan arah gerakan dan semakin berwarna biru. Di belakang kapal (kolom kanan), bintang-bintang semakin mundur, memerah, dan akhirnya lenyap dari pandangan. Cahaya dari bintang-bintang di atas dan di bawah tetap tak terpengaruh. (Ilustrasi ini didasarkan pada kalkulasi Chad Clark, William A. Hiscock, dan Shane L. Larson dari Montana State University).

Energi negatif begitu aneh sehingga kita mungkin berpikir bahwa ia pasti melanggar suatu hukum fisika. Sebelum dan setelah pembentukan jumlah setara energi negatif dan positif di ruang yang sebelumnya hampa, total energi adalah nol, jadi hukum kekekalan energi dipatuhi. Tapi ada banyak fenomena yang mengekalkan energi namun tak pernah terjadi di dunia nyata. Gelas pecah tidak merangkai ulang dirinya, dan panas tidak mendadak mengalir dari benda dingin ke benda panas. Efek-efek semacam itu dilarang oleh hukum termodinamika kedua. Prinsip umum ini menyatakan bahwa derajat kekacauan sebuah sistem—entropinya—tidak berkurang dengan sendirinya tanpa input energi. Jadi, sebuah kulkas, yang memompa panas dari interior dinginnya ke ruangan luar yang hangat, membutuhkan sumber tenaga eksternal. Demikian halnya, hukum kedua juga melarang konversi panas lengkap ke dalam [bentuk] kerja.

Energi negatif berpotensi bertentangan dengan hukum kedua ini. Bayangkan laser eksotis, yang menghasilkan sorot energi negatif terus-menerus. Kekekalan energi mensyaratkan bahwa produk sambilannya berupa aliran energi positif terus-menerus. Kita dapat mengarahkan sorot energi negatif ke suatu pojok jauh alam semesta sambil mempergunakan energi positif untuk melakukan kerja berguna. Pasokan energi yang sepertinya tiada habisnya ini dapat dipakai untuk membuat mesin gerak perpetual, dengan begitu melanggar hukum kedua. Jika sorot [energi negatif] diarahkan pada segelas air, itu bisa mendinginkan air sambil mempergunakan ekstrak energi positif untuk mentenagai motor kecil—sehingga kulkas tidak butuh tenaga eksternal. Persoalan-persoalan ini timbul dari pemisahan energi negatif dan positif.

Energi negatif yang tak terkekang juga memiliki konsekuensi mendalam untuk black hole. Ketika sebuah black hole terbentuk, relativitas umum memprediksikan pembentukan singularitas, kawasan di mana medan gravitasi menjadi kuat tak terhingga. Pada poin ini, semua hukum fisika yang dikenal tak mampu mengatakan apa yang terjadi selanjutnya. Ketidakmampuan ini merupakan kegagalan besar deskripsi matematis mutakhir tentang alam. Namun, selama singularitas tersembunyi di dalam horizon peristiwa, kerusakannya terbatas. Deskripsi alam di setiap tempat di luar horizon tidak terpengaruh. Atas alasan ini, Roger Penrose dari Oxford mengajukan hipotesis penyensoran kosmik (cosmic censorship hypothesis): tak ada singularitas telanjang, yang tidak diperisai oleh horizon peristiwa.

Untuk tipe-tipe khusus black hole bermuatan atau black hole berotasi—dikenal sebagai black hole ekstrim—peningkatan kecil muatan atau pusingan atau penurunan massa dapat secara teoritis menghancurkan horizon dan mengubah black hole menjadi singularitas telanjang. Upaya untuk meningkatkan muatan atau pusingan black hole ini dengan menggunakan materi biasa akan gagal. Kita mungkin justru membayangkan menurunkan massa dengan menyorotkan energi negatif ke black hole, tanpa mengubah muatan atau pusingannya, menumbangkan penyensoran kosmik. Kita dapat menciptakan sorot semacam itu misalnya dengan menggunakan cermin bergerak. Pada prinsipnya, hanya perlu sejumlah kecil energi negatif untuk menghasilkan perubahan dramatis status black hole ekstrim. Oleh sebab itu, ini mungkin merupakan skenario di mana energi negatif kemungkinan besar menghasilkan efek makroskopis.

Tidak Terpisah dan Tidak Sama 

Untungnya (atau sialnya, tergantung sudut pandang Anda), walaupun teori quantum memperkenankan eksistensi energi negatif, ia juga tampaknya menaruh batasan kuat—dikenal sebagai ketidaksamaan quantum—pada magnitudo dan durasinya. Ketidaksamaan ini pertama kali dikemukakan oleh Ford pada 1978. Selama dekade yang lalu, ketidaksamaan ini telah dibuktikan oleh kami dan yang lainnya, meliputi Éanna E. Flanagan dari Universitas Cornell, Michael J. Pfenning (kala itu di Tufts), Christopher J. Fewster dan Simon P. Eveson dari Universitas York di England, dan Edward Teo dari National University of Singapore.

Ketidaksamaan quantum memiliki suatu kemiripan dengan prinsip ketidakpastian. Ketidaksamaan menyatakan bahwa sorot energi negatif tidak bisa intens/kuat untuk waktu yang lama. Magnitudo energi negatif yang diperkenankan terhubung terbalik dengan rentang waktu atau rentang ruangnya. Pulse intens energi negatif dapat bertahan untuk waktu yang pendek; pulse lemah dapat bertahan lebih lama. Lebih jauh, pulse energi negatif harus diikuti oleh pulse energi positif besar [lihat ilustrasi di bawah ini]. Semakin besar magnitudo energi negatif, semakin dekat imbangannya, yaitu energi positif. Batasan-batasan ini tidak tergantung pada detil bagaimana energi negatif dihasilkan. Kita dapat menganggap energi negatif sebagai energi pinjaman. Sebagaimana utang merupakan uang negatif yang harus dibayar, energi negatif adalah defisit energi.



Pulse energi negatif diperkenankan oleh teori quantum tapi dengan tiga syarat. Pertama, semakin lama pulse bertahan, semakin lemah ia jadinya (a, b). Kedua, pulse energi positif harus mengikuti. Magnitudo pulse positif harus melampaui pulse negatif. Ketiga, semakin panjang interval waktu di antara kedua pulse, semakin besar pulse positifnya—sebuah efek yang dikenal sebagai bunga quantum (c).

Dalam efek Casimir, densitas energi negatif antara kedua pelat dapat bertahan untuk jangka waktu tak terbatas, tapi densitas besar energi negatif memerlukan keterpisahan pelat secara amat tipis. Magnitudo densitas energi negatif berbanding terbalik dengan pangkat empat keterpisahan pelat. Sebagaimana pulse berdensitas energi amat negatif terbatasi dalam hal waktu, densitas energi Casimir amat negatif harus terkurung di antara pelat-pelat berdempetan. Menurut ketidaksamaan quantum, densitas energi di celah tersebut bisa dibuat lebih negatif daripada harga Casimir, tapi hanya sementara. Praktisnya, semakin seseorang mencoba menekan densitas energi ke bawah harga Casimir, semakin pendek waktu untuk bisa mempertahankan situasi ini.

Ketika diterapkan pada wormhole dan warp drive, ketidaksamaan quantum mengimplikasikan bahwa struktur semacam itu [yakni wormhole dan warp drive] pasti terbatas pada ukuran submikroskopis atau, jikalau berukuran makroskopis, energi negatif pasti terkurung di pita luar biasa tipis. Pada 1996, kami menunjukkan bahwa wormhole submikroskopis memiliki radius leher tak lebih dari 10-32 meter. Ini sedikit lebih besar daripada panjang Planck, 10-35 meter, jarak terpendek yang berarti. Kami menemukan bahwa kita dapat memodelkan wormhole berukuran makroskopis tapi harus mengurung energi negatif di pita amat tipis sekeliling leher. Dalam satu model, radius leher satu meter mensyaratkan energi negatif [berupa] pita yang tak lebih tebal dari 10-21 meter, sepersejuta ukuran proton. Visser telah mengestimasi bahwa energi negatif yang diperlukan untuk wormhole ini memiliki magnitudo setara dengan total energi yang dihasilkan oleh 10 miliar bintang dalam satu tahun. Situasi ini tidak membaik untuk wormhole besar. Untuk model yang sama, ketebalan maksimal pita energi negatif berbanding dengan akar kubik radius leher. Sekalipun radius leher ditingkatkan menjadi satu tahun-cahaya, energi negatif pasti tetap terkurung di kawasan yang lebih kecil daripada radius proton, dan total [energi negatif] yang dibutuhkan meningkat [berbanding] lurus dengan ukuran leher.

Sepertinya para insinyur wormhole menghadapi persoalan menakutkan. Mereka harus menemukan mekanisme untuk mengurung energi negatif dalam jumlah besar di volume amat tipis. String-string kosmik, yang dihipotesiskan dalam beberapa teori kosmologi, melibatkan densitas energi amat besar di garis-garis panjang nan sempit. Tapi semua model string kosmik yang masuk akal secara fisikal memiliki densitas energi positif.

Warp drive dibatasi secara lebih ketat lagi. Dalam model Alcubierre, gelembung lengkungan yang berjalan pada 10 kali kecepatan cahaya harus memiliki ketebalan dinding tak lebih dari 10-32 meter. Gelembung yang cukup besar untuk melingkupi sebuah kapal bintang berlebar/berpanjang 200 meter memerlukan jumlah total energi negatif setara dengan 10 miliar kali massa observable universe (alam semesta yang teramati). Batasan serupa berlaku pada superluminal subway-nya Krasnikov. Modifikasi model Alcubierre dikonstruksi pada 1999 oleh Chris Van Den Broeck dari Catholic University of Louvain di Belgia. [Modifikasi] ini memerlukan energi negatif yang jauh lebih sedikit tapi menempatkan kapal bintang di dalam botol ruangwaktu melengkung yang lehernya beradius sekitar 10-32 meter, sesuatu yang sulit dilakukan. Temuan ini tampaknya membuat kita mustahil bisa membangun wormhole dan warp drive menggunakan energi negatif yang dihasilkan oleh efek-efek quantum.

Kilasan Kosmik dan Bunga Quantum 

Ketidaksamaan quantum mencegah pelanggaran hukum termodinamika kedua. Jika seseorang mencoba menggunakan pulse energi negatif untuk mendinginkan objek panas, itu akan cepat diikuti oleh pulse besar energi positif, yang memanaskan kembali objek tersebut. Pulse lemah energi negatif bisa terus terpisah dari imbangan positifnya untuk waktu lama, tapi efeknya tidak bisa dibedakan dari fluktuasi termal normal. Upaya untuk menangkap atau memisahkan energi negatif dari energi positif juga tampaknya gagal. Kita mungkin dapat mencegat sorot energi dengan, katakanlah, memakai boks ber-shutter (pengatur cahaya). Dengan menutup shutter, kita mungkin berharap memperangkap pulse energi negatif sebelum energi positif pengimbang datang. Tapi tindakan menutup shutter menghasilkan fluks energi yang menghapuskan energi negatif yang hendak diperangkap [lihat ilustrasi di bawah ini].



Upaya untuk menghindari hukum quantum yang mengatur energi negatif tak pelak berakhir dengan kekecewaan. Para pelaksana eksperimen bermaksud memisahkan pulse energi negatif dari pulse energi positif pengimbangnya. Begitu kedua pulse mendekati boks (a), pelaksana eksperimen mencoba mengisolasi pulse negatif dengan menutupkan penutup setelah ia masuk (b). Tapi tindakan menutup tersebut menghasilkan pulse energi positif kedua di dalam boks (c).

Kami telah menunjukkan bahwa terdapat pembatasan serupa untuk pelanggaran penyensoran kosmik. Pulse energi negatif yang disuntikkan ke dalam black hole bermuatan mungkin menghancurkan horizon untuk sebentar, menyingkap singularitas di dalamnya. Tapi pulse tersebut pasti diikuti oleh pulse energi positif, yang akan mengubah singularitas telanjang itu kembali menjadi black hole, skenario yang kami juluki sebagai kilasan kosmik (cosmic flashing). Peluang terbaik untuk mengamati kilasan kosmik adalah memaksimalkan keterpisahan waktu antara energi negatif dan energi positif, memungkinkan singularitas telanjang berlangsung selama mungkin. Tapi kalau begitu magnitudo pulse energi negatif harus amat kecil, menurut ketidaksamaan quantum. Perubahan massa black hole yang disebabkan oleh pulse energi negatif akan terhapus oleh fluktuasi quantum normal massa black hole, yang merupakan konsekuensi alami prinsip ketidakpastian. Dengan demikian pemandangan singularitas telanjang akan terkaburkan, sehingga pengamat jauh tidak dapat memverifikasi secara jelas bahwa penyensoran kosmik telah dilanggar.

Baru-baru ini kami, Frans Pretorius (kala itu di Universitas Victoria di British Columbia), dan Fewster dan Teo telah menunjukkan bahwa ketidaksamaan quantum menimbulkan batasan yang lebih kuat lagi pada energi negatif. Pulse positif yang mengikuti pulse negatif pasti berbuat lebih untuk mengimbangi pulse negatif; ia pasti mengimbangi lebih. Pengimbangan lebih ini meningkat seiring interval waktu di antara pulse [negatif dan positif]. Oleh sebab itu, pulse negatif dan positif tidak pernah bisa dibuat [saling] menghapuskan secara tepat/setara. Energi positif pasti selalu mendominasi—sebuah efek yang dikenal sebagai bunga quantum. Jika energi negatif dianggap sebagai energi pinjaman, pinjaman tersebut harus dibayar dengan bunga. Semakin panjang periode pinjamannya atau semakin besar jumlah pinjamannya, semakin besar bunganya. Lebih jauh, semakin besar pinjamannya, semakin kecil periode pinjaman maksimal yang dibolehkan. Alam adalah bankir lihai dan selalu menarik kembali piutangnya.

Konsep energi negatif bersinggungan dengan gravitasi, teori quantum, dan termodinamika. Perjalinan semua bagian fisika ini mengilustrasikan struktur logis ketat hukum alam. Energi negatif rupanya dibutuhkan untuk merekonsiliasi black hole dengan termodinamika. Di sisi lain, fisika quantum mencegah produksi energi negatif tanpa batasan, sebuah fenomena yang akan melanggar hukum termodinamika kedua. Entah pembatasan ini juga merupakan fitur suatu teori pokok yang lebih dalam, semisal teori gravitasi quantum, hal itu masih harus disimak. Alam tak diragukan menyimpan banyak kejutan.

Penulis 

Lawrence H. Ford dan Thomas A. Roman telah bekerjasama dalam isu-isu energi negatif selama lebih dari satu dekade. Ford menerima gelar Ph.D.-nya dari Universitas Princeton pada 1974 di bawah bimbingan John Wheeler, salah seorang pendiri fisika black hole. Dia kini menjabat profesor fisika di Universitas Tufts dan mengerjakan persoalan-persoalan relativitas umum maupun teori quantum, dengan perhatian khusus pada fluktuasi quantum. Roman menerima gelar Ph.D.-nya pada 1981 dari Universitas Syracuse di bawah bimbingan Peter Bergmann, yang bekerjasama dengan Albert Einstein dalam teori medan terpadu. Dia sekarang menjabat profesor fisika di Central Connecticut State University. Perhatiannya meliputi implikasi energi negatif terhadap teori gravitasi quantum.

Untuk Digali Lebih Jauh
  • Black Holes and Time Warps: Einstein’s Outrageous Legacy. Kip S. Thorne. W.W. Norton, 1994.
  • Quantum Field Theory Constrains Traversable Wormhole Geometries. L.H. Ford dan T.A. Roman in Physical Review D, Vol. 53, No. 10, hal. 5496–5507; 15 Mei 1996.
  • The Unphysical Nature of Warp Drive. M.J. Pfenning dan L.H. Ford dalam Classical and Quantum Gravity, Vol. 14, No. 7, hal. 1743–1751; Juli 1997. Tersedia di xxx.lanl.gov/abs/gr-qc/9702026.
  • Time Machines: Time Travel in Physics, Metaphysics, and Science Fiction. Edisi kedua. Paul J. Nahin. AIP Press, Springer-Verlag, 1999.
  • The Quantum Interest Conjecture. L.H. Ford dan T.A. Roman dalam Physical Review D, Vol. 60, No. 10, No. Artikel 104018; 15 November 1999.
SumberSainstory - Sains Social History
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar