Rabu, 12 April 2017

COO MBiz Bicara Strategi Bangun Startup dan Pandangannya terhadap Sektor B2B


0COMMENTS
Ryn Hermawan MBiz
Sejak lulus kuliah, Ryn Hermawan sudah langsung meniti karier di bidang logistik, khususnya di sektor pengantaran barang ke luar negeri. Namun setelah tiga belas tahun bekerja di bidang tersebut, Ryn justru memutuskan untuk banting setir dan bergabung dengan perusahaan e-commerce Lazada.

“Saya mengambil keputusan itu karena ketertarikan yang besar terhadap bisnis jual beli online. Untungnya, pengalaman saya di bidang logistik ternyata sangat membantu,” tutur Ryn kepada Tech in Asia Indonesia.
Bisnis Lazada yang fokus pada sektor business to consumer (B2C) ternyata tidak cukup membuat Ryn merasa puas. Pada pertengahan tahun 2015, ia pun tertantang untuk masuk ke sisi lain dari e-commerce. Dan kebetulan, pada saat yang sama, Direktur Lippo Group John Riady memberinya tawaran untuk membangun sebuah startup business to business (B2B).
Itulah awal dari perjalanan Ryn sebagai co-founder dan COO dari e-commerce B2B yang didirikan Lippo Group, yaitu MBizStartup yang mulai beroperasi pada bulan Februari 2016 yang lalu tersebut menghadirkan platform jual beli online (e-catalogue) serta solusi e-procurement bagi para perusahaan yang bermitra dengan mereka.
Tidak sampai satu tahun, MBiz telah berhasil mendapatkan pendanaan Seri A dari Tokyo Century Corporation dengan nominal yang tidak disebutkan. Investasi yang terjadi di awal tahun 2017 tersebut pun berhasil mendongkrak valuasi MBiz ke angka Rp1 triliun.
Bagaimana sebenarnya strategi Ryn dalam membangun MBiz, dan bagaimana pandangannya terhadap bisnis e-commerce B2B di Indonesia?

Tak ingin jadi sekadar tempat jual beli

MBiz | Screenshot
Keinginan Ryn untuk terjun ke dunia B2B sebenarnya bermula ketika ia melihat pertumbuhan bisnis tersebut di luar negeri. “Di Cina, nilai bisnis B2B bisa 37 kali lipat lebih besar dibanding bisnis B2C. Itulah yang membuat saya penasaran, bisakah hal serupa terjadi juga di Indonesia?” tutur Ryn.
Sejak awal membangun MBiz, Ryn tidak ingin startup yang ia pimpin hanya menjadi penghubung antara vendor yang hendak menawarkan barang dengan perusahaan yang ingin membeli barang. Itulah mengapa ia langsung membuat solusi e-procurement, sebuah software khusus yang memungkinkan para perusahaan untuk menentukan maksimal bujet, hingga alur persetujuan (approval) pembelian.
“Siapa pun bisa membuat website dan menjadi makelar. Sedangkan kami memilih untuk turun lebih dalam, dan lebih mengenali strategi setiap perusahaan yang menjadi mitra kami,” jelas Ryn.
Namun seperti e-commerce B2B lainnya, MBiz juga menghadirkan katalog produk dari berbagai perusahaan atau vendor yang telah mereka kurasi. Para perusahaan tersebut bisa bertindak sebagai penjual, sekaligus pembeli produk dari perusahaan lainnya. Rata-rata transaksi di MBiz saat ini berkisar antara US$10.000 (sekitar Rp133 juta) hingga US$50.000 (Rp666 juta).
Hingga sekarang, telah ada lebih dari lima ratus perusahaan yang bergabung menjadi vendor di platform MBiz. Meski merupakan bagian dari Lippo Group, Ryn menyatakan kalau hanya satu persen dari kliennya yang juga merupakan anak perusahaan dari grup bisnis besar tersebut. Sebagian besar justru berasal dari luar Lippo Group.
Sebagai perbadingan, e-commerce B2B lain seperti Bizzy dan Ralali telah mempunyai lebih dari seribu vendor.

Memadukan budaya startup dan korporat

Ryn Hermawan MBiz 1
Di masa-masa awal pengembangan MBiz, Ryn coba membentuknya seperti perusahaan digital lainnya. Mereka mencari karyawan berusia milenial yang berjiwa kreatif, khususnya yang sudah pernah bekerja di perusahaan digital lain.
“Sayangnya, strategi tersebut ternyata tidak sukses. Kami menyadari kalau Mbiz juga membutuhkan karyawan yang telah berpengalaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan konvensional,” tutur Ryn.
Itulah mengapa enam bulan berselang, mereka pun mulai merekrut karyawan non milenial yang bisa memberikan masukan-masukan strategis. Strategi ini akhirnya bisa memudahkan MBiz untuk masuk ke pasar, sembari tetap bertahan sebagai perusahaan digital yang kreatif.
“Salah satu contoh perpaduan tersebut adalah keharusan para pegawai pemasaran untuk menggunakan jas dan batik ketika bertemu klien. Namun ketika di kantor, mereka bebas untuk menggunakan kaos hingga sandal jepit.”
Keseimbangan antara budaya startup yang cepat dan budaya perusahaan konvensional yang kaku pun terlihat dari cara MBiz membuat produk. Menurut Ryn, mereka selalu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mengerti apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh klien tertentu. Namun ketika mereka telah mengerti hal tersebut, proses pengembangan produk pun dijalankan dengan cepat.
Hal ini menjadi kian penting karena MBiz telah terdaftar sebagai penyedia solusi e-procurement untuk pemerintah, alias ikut masuk ke sektor business to government (B2G).

Pasar B2B di tanah air belum banyak terjamah

Mal Jakarta | Featured Image
Meski menyimpan potensi yang besar, Ryn berpendapat kalau sektor e-commerce B2B saat ini masih belum terjamah. Nilai transaksi yang dilayani seluruh startup B2B mulai dari MBiz, Bizzy, Ralali, hingga Bhinneka menurutnya belum mencapai satu persen.
“Masih banyak perusahaan besar yang menggunakan metode konvensional. Mereka sebenarnya tahu ada masalah, namun belum mempunyai solusi untuk mengatasi masalah tersebut,” tutur Ryn.
Ryn menyatakan kalau situasi ini akan berubah. Untuk mempercepat proses tersebut, ia pun mencoba untuk langsung bertemu dengan para penentu kebijakan di berbagai perusahaan besar. Dengan begitu, perubahan sistem belanja perusahaan dari offline menjadi online, bisa jauh lebih mudah.
Hal senada juga diungkapkan CEO aCommerce Indonesia Hadi Kuncoro. Menurutnya, banyak perusahaan besar yang kini telah tertarik dengan konsep e-commerce B2B, yang bisa meningkatkan transparansi di dalam perusahaan mereka.
“Dan e-commerce B2B pun tak hanya soal jual beli barang. Perusahaan seperti Bizzy misalnya, turut menghadirkan layanan pembiayaan untuk mitra mereka, serupa dengan yang dilakukan Alibaba di Cina,” jelas Hadi kepada DealStreetAsia.
(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

ABOUT ADITYA

Suka menulis perkembangan dunia startup dan teknologi. Pecinta buku biografi dan science fiction. Bisa diajak ngobrol lewat email aditya@techinasia.com atau Twitter @adheet_ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar